ADANU — Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi kembali menunjukkan wajah humanis dalam penegakan hukum. Bertempat di kantor Kejari Jambi, Kepala Kejaksaan Negeri Jambi, M.N. Ingratubun, SH., MH, bersama Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Yoyok Satrio, SH., MH, dan Jaksa Penuntut Umum Dwi Yulistia, SH, resmi menghentikan penuntutan dua perkara melalui mekanisme Restorative Justice (RJ).
Kedua perkara tersebut adalah:
- Penyalahgunaan Narkotika atas nama tersangka M. Al Alif Adrian bin RD. Muslim.
- Tindak Pidana Penadahan atas nama Muhammad Faisal Simbolon bin Syamsir Simbolon (alm).
Dalam keterangannya, Afriadi Asmin, SH., MH, Kepala Seksi Intelijen Kejari Jambi, menjelaskan bahwa penghentian penuntutan ini tidak hanya berlandaskan hukum, tetapi juga atas dasar kemanusiaan dan keadilan.
“Kami berupaya tidak sekadar menegakkan hukum, tetapi juga memulihkan dan menyelamatkan masa depan anak bangsa,” ucapnya.
Rehabilitasi, Bukan Penjara
Tersangka M. Al Alif Adrian, yang dijerat Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, diputuskan untuk menjalani rehabilitasi medis selama 3 bulan di RSJ Provinsi Jambi, serta pekerjaan sosial selama 1 bulan di Dinas Sosial Provinsi Jambi.
Keputusan ini diambil berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yang mengedepankan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika demi menyelamatkan mereka dari jeratan ketergantungan.
“Kejari Jambi bersama RSJ akan memantau proses rehabilitasi secara berkala demi hasil maksimal,” tegas Afriadi.
Perdamaian dan Janji untuk Tidak Mengulangi
Sementara itu, dalam perkara penadahan, tersangka Muhammad Faisal Simbolon telah berdamai dan mendapat maaf dari korban secara tulus. Tersangka juga menyatakan penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Perkara ini memenuhi syarat penghentian penuntutan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, antara lain:
- Belum pernah dihukum.
- Ancaman pidana di bawah 5 tahun.
- Adanya perdamaian sukarela antara pelaku dan korban.
Langkah Modern: Pemasangan Alat Pengawas Elektronik (APE)
Sebagai bentuk kontrol, APE (Detection Kit) dipasang pada tersangka yang mendapatkan penangguhan penahanan.
Teknologi ini memungkinkan pengawasan real-time tanpa harus dilakukan penahanan fisik.
“Kami terus berbenah ke arah sistem peradilan yang modern, efisien, dan tetap menjunjung tinggi martabat manusia,” ujar Afriadi.
Pesan Tegas: Peluang Kedua Bukan Tanpa Batas
Kepala Kejari Jambi, M.N. Ingratubun, menegaskan bahwa penghentian penuntutan bukan berarti kebal hukum.
“Jika saudara mengulangi perbuatan yang sama, maka surat penghentian ini akan kami cabut dan saudara akan dihadapkan pada proses hukum dengan ancaman maksimal,” ucapnya tegas.
Mengakhiri pernyataannya, Kajari mengutip pesan Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin:
“Saya tidak menghendaki kalian melakukan penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan itu tidak ada dalam KUHP ataupun KUHAP, tetapi ada dalam hati nurani kalian. Camkan itu!”
Mengutamakan Keadilan Substansial
Restorative Justice bukan sekadar pendekatan hukum, tetapi refleksi dari nilai luhur: bahwa hukum bukan sekadar soal benar dan salah, melainkan soal perbaikan dan pengampunan.
“Equum et bonum est lex legum – yang adil dan baik adalah hukum dari segala hukum,” pungkas kajari.
Discussion about this post