ADANU – Angin pagi di Kota Jambi seolah terasa berbeda. Di balik jendela kantor Kejaksaan Negeri yang berdiri tegap di jantung kota, Muhammad Noor Ingratubun telah mengemasi satu demi satu berkas dan buku yang menemaninya selama dua tahun enam bulan terakhir.
Tak ada upacara besar, hanya kesunyian yang menyimpan banyak cerita.
Pria yang akrab disapa Nooy itu akan segera meninggalkan Jambi.
Amanah baru telah menantinya di Jakarta, sebagai Kepala Subdirektorat III.D pada Direktorat III Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung.
Di tempat barunya nanti, ia akan berjibaku dalam pusaran tugas tugas intelijen hukum yang menuntut ketajaman naluri dan kejelian strategi.
Namun sebelum pergi, jejak Nooy sudah lebih dulu tertanam kuat di Tanah Pusako Betuah. Sejak pertama kali dilantik sebagai Kajari Jambi, ia langsung membuat garis tegas.
Beberapa kasus lama yang terkesan mandek mulai diurai ulang. Proses hukum berjalan tak pandang bulu.
Sebelum benar bebar meninggalkan Jambi Nooy lebih dulu membidik tiga kasus dugaan korupsi seperti JCC simpang kawat, BUMD Siginjai Sakti dan Retribusi Parkir Pasa Angso Duo.
Salain itu dia juga menuntaskan penyalahgunaan kewenangan, hingga skandal pengelolaan keuangan daerah semua disentuh, dibuka, dan dikejar tuntas.
Ia bukan tipe jaksa yang ingin terlihat heroik di panggung media. Tapi publik tahu, Nooy adalah pemimpin yang tak menyukai jalan pintas. Ia memilih bekerja dalam diam, namun hasilnya berbicara lantang.
Dalam periode singkat, Kejari Jambi menjadi institusi yang lebih terbuka, lebih bisa dipercaya, dan lebih dekat dengan masyarakat.
Lebih dari sekadar jaksa, Nooy juga tampil sebagai penyuluh hukum. Ia mendatangi sekolah sekolah, komunitas pemuda, hingga forum warga untuk menjelaskan hukum dalam bahasa yang sederhana. Bagi Nooy, hukum bukan hanya urusan meja hijau, tapi urusan kesadaran kolektif.
“Jaksa itu bukan cuma menuntut. Tapi juga mendidik. Kalau bisa dicegah sejak awal, kenapa harus masuk penjara?” ucapnya dalam sebuah diskusi yang pernah dihadiri puluhan mahasiswa hukum.
Kini, tampuk pimpinan Kajari Jambi diserahkan kepada Reza Fachlewi Junus, yang membawa harapan baru dan tanggung jawab besar untuk melanjutkan pondasi yang sudah dibangun.
Nooy pamit, namun ia tak benar-benar pergi. Ia meninggalkan warisan nilai: integritas, ketegasan, dan keberanian melawan ketakutan institusional.
Di antara berkas berkas terakhir yang ia rapikan, mungkin ada satu-dua catatan kecil yang menjadi pengingat: bahwa di satu masa, pernah ada seorang jaksa bernama Nooy, yang datang bukan untuk memburu sorotan, tapi untuk memberi arti pada keadilan itu sendiri.

Discussion about this post