ADANU – Polisi akhirnya menyingkap sebagian rantai bisnis gelap emas ilegal di Jambi. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi menyita 1,7 kilogram emas senilai Rp3,23 miliar dari tangan tiga orang pelaku, Jumat (19/9/25).
Temuan ini membuka fakta adanya jaringan distribusi emas dari lubang tambang ilegal di Merangin hingga ke pasar gelap di Sumatera Barat.
Dirreskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia menjelaskan, penangkapan ini berawal dari informasi adanya praktik jual beli emas hasil tambang tanpa izin (PETI).
Tim Subdit IV kemudian melakukan pengintaian di Jalan Raya Bangko Kerinci, Desa Birun, Kecamatan Pangkalan Jambu.
Sebuah mobil Toyota Avanza silver dihentikan. Di dalamnya, tiga pria berinisial MWD (51), RBS (34), dan RN (37) tak bisa mengelak. Polisi menemukan 16 keping emas dengan berat total 1,7 kilogram yang dikemas rapi.
“MWD adalah pemilik emas, RBS sopir pengangkut, dan RN ikut membantu karena tinggal bersama MWD. Emas itu dibeli dari penambang ilegal di Desa Perentak dan Simpang Parit untuk kemudian dibawa ke Sumatera Barat,” ungkap Taufik, Senin (22/9/25).
Selain emas, polisi juga menyita mobil, STNK, dan sejumlah ponsel sebagai barang bukti. Nilai sitaan mencapai lebih dari Rp3,2 miliar.
Pola Perdagangan Gelap
Kasus ini memperlihatkan pola klasik perdagangan emas ilegal di Jambi emas hasil tambang rakyat yang beroperasi tanpa izin dikumpulkan oleh pengepul lokal. Dari tangan pengepul, emas kemudian disalurkan ke luar daerah khususnya Sumatera Barat untuk dipasarkan lebih luas.
Modus ini sudah lama menjadi jalur distribusi emas ilegal tambang rakyat ke pengepul perantara transportasi pasar luar daerah.
Setiap mata rantai mendapat keuntungan, sementara kerugian ditanggung negara dan lingkungan hidup yang rusak akibat PETI.
Jeratan Hukum Berat
Ketiga tersangka kini terancam hukuman berat. Mereka dijerat Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto Pasal 55 KUHPidana.
Ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dengan denda hingga Rp100 miliar.
“Penindakan ini bukan hanya soal hukum, tapi juga menyangkut kerusakan ekologi dan hilangnya potensi pendapatan negara. Kami tegaskan, Polda Jambi tidak akan kompromi terhadap praktik PETI,” tegas alumni Akpol 2003 itu.
Discussion about this post