ADANU– Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (31/7/25) malam, terasa berat. Di kursi pesakitan, Didin alias Didin bin Tember, lelaki paruh baya yang namanya selama ini menjadi momok bagi warga Pulau Pandan, akhirnya mendengar akhir dari perjalanan gelapnya18 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Putusan itu dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Dominggus Silaban, dengan nada tegas namun sarat keprihatinan.
“Terdakwa Didin telah merusak generasi, menjadikan kampungnya sendiri sarang peredaran narkotika, dan tak menunjukkan itikad jera meski pernah dihukum dalam perkara serupa,” ujarnya.
Kampung yang Ditingkahi Bayangan Putih
Pulau Pandan, tempat Didin dilahirkan dan dibesarkan, telah lama dikenal sebagai “kampung narkoba” di Jambi. Tapi tak semua tahu bahwa salah satu tokoh yang menjadikan wilayah itu tenggelam dalam jaringan peredaran sabu adalah pria yang kini duduk menunduk di ruang sidang.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai Didin bukan hanya pengguna atau pengedar kecil. Ia adalah penggerak. Ia penentu arus. Ia mata rantai yang kuat dalam jejaring bisnis haram yang menjanjikan uang cepat dan kekuasaan semu di antara lorong-lorong sempit permukiman padat.
“Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan narkoba. Ia turut memperkuat lingkaran setan yang menghancurkan masa depan anak-anak muda,” tegas hakim Dominggus.
Pengakuan yang Terlambat
Dalam persidangan, Didin akhirnya mengakui semua perbuatannya. Ia tak menampik keterlibatannya dalam jual beli sabu, menjadi perantara, dan menerima keuntungan dari jaringan yang telah lama dia geluti. Namun pengakuan itu datang terlambat.
Jejak rekam kejahatannya telah terlalu panjang, dan kerusakan yang ditinggalkannya telah membusuk hingga ke akar sosial masyarakat.
Meski pengakuan tersebut menjadi satu-satunya hal yang meringankan dalam vonis hakim, itu tak cukup untuk membanting neraca keadilan ke arah yang lebih ringan.
Didin tetap dijerat dengan pasal berat Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, karena terbukti memperdagangkan narkotika golongan I dengan berat lebih dari 5 gram, secara terorganisir. Vonisnya tegas 18 tahun penjara, dan denda Rp 2 miliar, atau tambahan 1 tahun penjara bila tidak mampu membayar.
Akhir Sebuah Era Kelam
Dengan suara lirih, hakim menutup pembacaan putusan. Masa tahanan yang telah dijalani Didin sejak penangkapannya akan dikurangkan dari total hukuman. Tak ada sorak, tak ada isak.
Hanya keheningan, seakan semua tahu bahwa ini bukan sekadar akhir bagi seorang terdakwa, tapi juga simbol runtuhnya satu bagian dari gurita narkoba yang membelit Pulau Pandan.
Discussion about this post