JAMBI – Rekomendasi Golkar kepada petahan Haris-Sani di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi sontak mengubah 100 persen peta politik Jambi.
Ihwal-nya, Romi Hariyanto yang digadang-gadang mampu merebut hati Golkar karena mengandeng kader Golkar sebagai pasangannya, ternyata juga tidak terwujud.
Al hasil, rekom Golkar yabg dikeluarkan pada, Minggu (25/8/24) itu meluluhlantakan harapan Romi Hariyanto untuk berlayar bersama Golkar.
Tidak hanya itu, calon pasanganya pun, Saniatul Lativa harus pergi meninggalkan Romi. Sebab sebagai kader, Saniatul harus mampu menunjukkan loyalitasnya terhadap partai yang mengantarkannya dua periode menduduki kursi DPR RI.
Perkara Saniatul Lativa yang merupakan kader Partai Golkar namun tidak diusung partainya, bukanlah perkara zalim menzalimi antar calon kandidat.
Namun tingkat lobi politik satu sama lain lah yang membedakan, plus keberhasilan yang mampu menyakinkan elit politik untuk memilih arah dukungan.
Pengamat Politik Jambi, Wawan Novianto, dihubungi, Senin (26/8/24) malam, menyebut dalam politik tidak ada kata zalim menzalimi.
Apalagi petahana disebut memborong partai agar menang dengan mudah.
Wawan dengan lantang menjelaskan, dalam politik nasional, ada tangan-tangan kuat yang bisa mendesain aturan bahkan Undang-undang yang membuat pertarungan bisa tidak seimbang.
Misalnya kemaren saat ada putusan MK terbaru soal batasan Threshold partai politik bisa mengusung kandidat di Pilkada yang diturunkan, badan legislatif DPR RI hampir menelurkan aturan yang menentangnya.
Ini bentuk upaya membuat pertarungan tidak seimbang.
Namun berbeda di tingkat daerah, para pelaku atau pemain yang ingin bertarung, tidak bisa mengubah aturan yang bisa menguntungkan dia.
Di Pilkada, para kandidat juga tidak bisa menggunakan instrumen negara seperti penegak hukum.
Berbeda dengan tingkat nasional, ada saja yang memainkan kekuatan mereka lewat penegak hukum.
“Dari perbandingan itu, kita bisa menilai, tidak ada namanya menzolimi atau tidak fair dalam bertarung Pilkada di daerah,” kata Wawan.
Sebab katanya, setiap kandidat di Pilkada, saat ini malah dimudahkan dengan putusan MK terbaru, sehingga jika mereka tidak bisa maju di Pilkada, itu memang karena mereka lemah secara lobi politik ke Parpol.
“Apalagi syarat sudah diturunkan jauh sekali, tapi mereka juga tidak bisa dapat dukungan Parpol, lucu sekali itu.
Mereka yang tidak dapat partai harus berfikir, apa yang kurang darinya. Bisa jadi memang popularitas lemah, atau sumberdaya untuk pemenangan juga lemah,” kata Wawan menjelaskan.
Ia juga menyimpulkan, kandidat yang tidak bisa maju saat ini, maka ia harus memahami pepatah “Bukan langit yang terlalu tinggi, tapi dia yang terbang terlalu rendah”.
Sebelumnya, Partai Golkar resmi mengusung pasangan Al Haris dan Abdullah Sani untuk menuju Pilgub Jambi. Kepentingan Golkar mengusung petahana itu lagi-lagi karena faktor keberlanjutan jadi poin utama.
Hingga saat ini, PAN, PPP, PKS, PKB, Demokrat, PDIP Gerindra serta Golkar sudah memutuskan memilih Haris -Sani. Dengan adanya 8 parpol besar yang mengusung itu, Al Haris kini sudah mengantongi 50 kursi di legislatif dari total 55 kursi.
Discussion about this post