JAMBI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 8,3 juta hektare lahan hak guna usaha (HGU) belum terpetakan, sehingga dapat memicu konflik agraria di tengah masyarakat. Jumlah tersebut tersebar di sejumlah Provinsi di Indonesia, tak terkecuali di Jambi.
KPK sebagai lembaga anti korupsi tak berhenti membidik indikasi adanya perusahaan di Jambi yang tidak taat terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Ini senada dengan sikap pemerintah, Presiden Joko Widodo dengan tegas
mengevaluasi perizinan usaha sektor tambang, kehutanan dan hak guna usaha (HGU) perkebunan. Dari hasil evaluasi tersebut, terdapat ribuan izin usaha yang tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan. Sehingga, ribuan izin usaha tersebut dicabut perizinannya.
Presiden Joko Widodo menyampaikan evaluasi tersebut untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. “Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut,”tegas Presiden Jokowi kala itu.
Di Jambi sendiri saat ini masih menjadi sorotan yakni PT. Sawit Desa Makmur (SDM). Keberadaan PT. SDM turut disoroti oleh Perkumpulan Hijau, berdasarkan rangkuman data mereka, PT. SDM mendapatkan izin HGU pada 1997 di Kabupaten Batanghari. Namun, PT. SDM telah mulai menanam sawit sejak 1991.
Perkumpulan Hijau menuding perusahaan perkebunan kelapa sawit dan tambang batu bara milik keluarga Senangsyah tidak taat peraturan. Dimana sudah jelas Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Dalam aturan pemanfaatan area Hak Guna Usaha (HGU) Undang-undang No 39 tahun 2014 bagian b. yaitu perusahaan wajib paling lambat 6 (enam) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, perusahaan perkebunan wajib mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat ditanami perkebunan,”tegas Direktur Perkumpulan Hijau, Feri Irawan.
Bahkan Feri menyatakan bahwa di tahun 2020 lalu, tepatnya 7 September, Gubernur Jambi Fachrori Umar meminta BPN Provinsi Jambi agar mencabut izin PT SDM karena terbukti terlantar.
“Sampai detik ini permintaan itu tak digubris. Sampai sekarang PT. SDM tetap menguasai izin HGU seluas 14.225 hektare meski tak semua izin HGU-nya digarap,” katanya.
Kondisi tersebut sejalan dengan upaya pemerintah yang melakukan pembenahan dan penertiban izin dan merupakan bagian integral dari perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan dan kehutanan. Ini dimaksudkan bahwa jika tidak memberikan manfaat bagi pembangunan negara atau merugikan negara, cabut izin adalah tindakan tegas pemerintah.
Karena itu pihaknya mendukung KPK RI membidik perihat PT. SDM tersebut. Bahkan Perkumpulan Hijau mendesak KPK memeriksa pejabat Pemprov Jambi, karena ada dugaan kolusi izin dengan para pemilik dan pelaku tambang.
Discussion about this post