ADANU.CO.ID – Jaksa Harus Mampu Membangun Nilai-nilai Keadilan. Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain.
Berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, Kejaksaan melaksanakannya secara merdeka.
Pelaksanaan kekuasaan Negara di bidang penuntutan. Kejaksaan berwenang untuk dapat menentukan suatu perkara di limpahkan ke pengadilan dan memiliki arti penting dalam menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid). Serta interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) dalam proses peradilan pidana.
Hal ini menunjukkan. Adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari formalistik ke keadilan hukum substantif. Sehingga Kejaksaan mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Kewenagan jaksa dalam melaksanakan diskresi penuntutan (prosecutorial discretion),di lakukan dengan mempertimbangkan hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Kearifan lokal, serta nilai-nilai moral, etika, dan keadilan dalam masyarakat,” Kata Jaksa Agung Sanitiar Baharuddin Senin (27/2/23).
Hal ini memiliki arti penting dalam rangka mengakomodir perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat. Serta menuntut adanya perubahan mindset, perilaku, dan kepastian hukum yang di terima oleh masyarakat.
“sebagai seorang Jaksa harus mampu menggali nilainilai hukum dalam masyarakat. Sehingga penegakan hukum mampu beradaptasi dengan kebutuhan hukum masyarakat, sebab Jaksa bukan cerobong undang-undang yang bersifat kaku, baku, dan membeku,” ujarnya.
Sehingga Jaksa Agung sering mengimbau para Jaksa untuk menggunakan hati nurani di setiap pengambilan keputusan. Dalam proses penegakan hukum, karena hati nurani tidak ada dalam buku. Gunakan kepekaan sosial.
Penerapan Restorative Justice membangun nilai-nilai keadilan
Ketika Jaksa Penuntut Umum harus menyatakan sikap banding atau tidak. Wajib mempertimbangkan di namika hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat selama ini dengan menggunakan standar dan syarat-syarat tertentu yang sangat ketat.
Menarik di kaji dalam kasus yang sangat prestisius dan viral belakangan ini yakni perkara Terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan. Berdasarkan survei menunjukkan 92% penduduk Indonesia yang sudah berusia 17 tahun keatas mengetahui dan mengikuti perkembangan kasus tersebut.
Bahkan salah satu stasiun televisi nasional menyatakan 50 juta views pemirsa setiap harinya menyaksikan proses persidangannya. Sehingga tidak sedikit masyarakat menyampaikan ekspresinya seperti kecewa, puas, atau hanya sekedar menjadi pengikut, dan juga tidak sedikit di antara mereka membentuk fanbase.
Fenomena tersebut merupakan representasi dari keadilan masyarakat yang sesaat dan tentu perlu di kaji. Seberapa jauh dan banyak suara tersebut menjadi representasi keadilan substantif (masih menjadi perdebatan), terkadang tidak mewakili kata hati seluruhnya.
“Sebagai salah satu contoh. Penerapan restorative justice yang di gali dari kearifan lokal masyarakat membangun nilai-nilai keadilan berdasarkan standar cukup ketat misalnya pelaku tindak pidana bukan residivis, perbuatan tidak berdampak luas dan adanya pemberiaan maaf dari korban (keluarga korban), dan sebagainya.” Tambahnya.
Tentu tidak ada tindak pidana yang identik walaupun kategori perbuatan dan pasal yang di dakwakan sama. Sebab pasti memiliki perbedaan motif, motivasi, modus operandi, serta dampaknya, sehingga kita tidak bisa memberikan kriteria, batasan, serta syarat-syarat atas keadilan yang berkembang dalam masyarakat.
Pada akhirnya. Jaksa sebagai dominus litis suatu perkara harus mampu membawa arah penegakan hukum khususnya tindak pidana mulai dari hulu sampai hilir. Yakni mulai dari penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, penuntutan, proses pemeriksaan di persidangan, hingga proses eksekusi) guna mencapai arah penegakan hukum yang dapat beradaptasi dengan kebutuhan hukum masyarakat.
Arah penegakan hukum yang mengakomodir kepentingan masyarakat, dan arah penegakan hukum sebagai solusi berbagai persoalan hukum di masyarakat.
“sehingga Jaksa yang modern di masa yang akan datang. Bukan saja sebagai Jaksa humanis dari segi penegakan hukum, tetapi dapat menjadi bagian dari jawaban/solusi persoalan-persoalan hukum di masyarakat,” tegas Jaksa Agung Burhanuddin.
Discussion about this post